Bulan ini. Aku ingat. Tepat setahun lalu, kamu punya pacar. Ya, enggak gimana-gimana juga sih. Toh, aku bukan siapa-siapa kamu juga. Mau marah? Enggak terima? Saya enggak bisa. Saya sadar saya enggak ada hak atau andil apa-apa disini.
Kamu pasti tau saya sakit hati banget. Tapi belakangan saya sadar, mungkin memang dia bukan buat saya. Mungkin Tuhan akhirnya menyadarkan saya buat bener-bener melupakan dia dan menghapus rasa yang dulu pernah saya rasakan, di hati ini. Meskipun ya tetap, saya akan tetap berteman dengan dia dan mendukung dia, atas nama teman, bukan apa-apa.
Mungkin awalnya aku tak bisa menerima. Butuh waktu setahun untuk setidaknya melupakanmu perlahan-lahan. Setidaknya sekarang aku bisa ikhlas menerima jika kau bukan tercipta untukku. Aku selalu percaya Tuhan itu baik, meskipun aku sendiri tak tau takdir itu sendiri akan seperti apa. Aku hanya bisa berdo'a yang terbaik dan berharap semoga selanjutnya enggak akan pernah sakit hati lagi.
Saya harus senang karena Tuhan menyadarkan saya untuk melupakannya. Dan biarlah saja kau bersamanya, sesuka hatimu, aku tak akan mengusikmu. Bersenang-senanglah. Anggap saja apa yang pernah terjadi di antara kita, tidak pernah terjadi. Hapus saja semua. Bakar segala memori tentang kita.
Saya sangat berterimakasih karena kamu pernah membuat hidup saya berwarna dulu. Namun tragis, kau buatku melambung, kemudian kau jatuhkan aku sejatuh-jatuhnya.
Namun, saya tau. Saya harus menerima kenyataan yang ada. Mungkin memang kita bukanlah Takdir yang digariskan itu. Kau harus tau, kau, aku, mesti sama-sama bahagia meskipun kita takkan bisa bersama. Saya sudah ikhlas dan menerima. Mungkin memang garis tangan ini bukan kamu. Mungkin Tuhan sudah menyiapkan orang lain yang akan menjadi jodoh saya dimasa depan.
Melupakan memang bukan perkara mudah. Tapi biarlah cerita kita dahulu menjadi debu, atau hilang di lautan biru. Atau tertiup awan-awan di langit sana. Kamu, aku, harus bahagia, meski tak bisa bersama.